***

***

Sabtu, 07 Desember 2013

indikasi hukum dalam dokumentasi keperawatan



INDIKASI HUKUM DALAM DOKUMENTASI KEPERAWATAN
PENDAHULUAN
Salah satu tugas dan tanggungung jawab perawat adalah melakukan pendokumentasian mengenai intervensi yang telah dilakuan, akan tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berubah, akibatnya isi dan fokus dokumentasi telah di modifikasi. Dokumentasi adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan proses pendokumentasian adalah kegiatan mencatat atau merekam peristiwa baik dari objek maupun pemberi jasa yang dianggap penting atau berharga
Dokumentasi keperawatan merupakan rangkaian penting dalam asuhan keperawatan. Perkembangan keperawtan belum menunjukan arah yang signifikan tentang perlunya pendokumentasian yang aplikatif dalam jenjang pelayanan kesenjangan antara idealisme keperawatan dengan praktik pada lapangan masih menjadi kendala bagi terbentuknya profesionalisme dalam keperawatan. Sehingga diperlukan inovasi baru untuk mempersempit kesenjangan yang ada melalui berbagai kajian dan penelitian terhadap sistem dokumentasian keperawatan yang benar-benar dapat diterapkan tanpa meninggalkan kaidah keilmuan yang ada.
Tanpa adanya dokumentasi yang jelas dan benar, kegiatan keperawatan yang telah dilakukan oleh perawat tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan dan perbaikan status klien. Dokumentasi dapat dijadikan sarana komunikasi antara petugas kesehatan dalam rangka pemulihan kesehatan klien.
Perawat memerlukan standar dokumentasi sebagai petunjuk dan arah terhadap petunjuk terhadap teknik pencatatan yang sistematis dan mudah diterapkan, agar tercapai catatan keperawatan yang akurat dan informasi yang bermanfaat.
  1. Beberapa alasan yang menyebabkan kurang terpenuhinya standar dokumentasi keperawatan dalam penyusunan dokumentasi keperawatan, antara lain :
    Banyak kegiatan di luar tanggung jawab perawat menjadi beban dan harus menjadi
    tanggungjawab perawat.
  2. Sistem pencatatan yang dilaksanakan terlalu sulit dan menyita waktu
    Tidak semua perawat dalam instansi keperawatan memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sama dalam membuat dokumen sesuai standar yang ditetapkan, sehingga merekatidak mau membuatnya
Tenaga keperawatan yang berasal dari berasal dari berbagai jenjang pendidikan (SPK, D3, D4, S1, dan lain-lain ) dan dari nrentang waktu lulusan yang sangat berbeda (lulusan tahun delapan puluhan hingga dua ribuan ) tapi memiliki tugas yang cenderung sama. Perawat lebih banyak mengerjakan pekerjaan koordinasi dan limpah wewenang Akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap dokumentasi sudah berkurang. Akhirnya isi dan fokus dari catatan yang dilakukan perawat telah dimodifikasi sesuai kebutuhan, bahkan berubah keluar dari konssep asuhan keperawatan sendiri. Oleh karena perubahan tersebut, maka perawat perlu menyusun model dokumentasi yang baru, lebih efisien, lebih bermakna dan sesuai kebutuhan di unit pelayanan.
IMPLIKASI HUKUM DOKUMENTASI
Bila terjadi suatu masalah yang berhubungan dengan profesi kepoerawatan, dimana perawat sebagai pemberi jasa dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi diperlukan sewaktu-waktu. Dokumentasi tersebut dapat dipergunakan sebagai barang bukti di pengadilan. Maka pendokumentasian itu sangat penting bagi perawat karena sebagai dasar hukum tindakan keperawatan yang sudah di lakukan jika suatu saat nanti ada tuntutan dari pasien. Pada bab ini akan di bahas mengenai model pendokumentasian yang didalamnya ada aspek : ketrampilan berkomunikasi, keterampilan mendokumentasikan proses keperawatan, dan standart dokumentasi.
Sayang, dokumentasi ini pun sering kali terbengkalai. Sebagian perawat melengkapi dokumentasi ketika pasien sudah pulang. Atau tidak semua kaidah dokumentasi dipatuhi sehingga kualitas dokumentasi keperawatan buruk. Hariyati (1999) dalam penelitian yang berjudul "Hubungan antara pengetahuan aspek hukum dari perawat dan karakteristik perawat terhadap kualitas dokumentasi keperawatan di RS X" menyimpulkan bahwa masih banyak perawat yang belum menyadari bahwa tindakan yang dilakukan harus dipertanggungjawabkan dan banyak pihak yang menyebutkan bahwa kurangnya dokumentasi disebabkan karena tidak tahu apa yang harus dimasukkan (dicatat) dan bagaimana dokumentasi yang benar.

HUKUM DALAM PENDOKUMENTASIAN
Dokumentasi asuhan dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan yang harus dikerjakan oleh perawat dan bidan setelah memberi asuhan kepada pasien. Dokumentasi merupakan suatu informasi lengkap meliputi status kesehatan pasien, kebutuhan pasien, kegiatan asuhan keperawatan serta respons pasen terhadap asuhan yang diterimanya. Dengan demikian dokumentasi keperawatan/ kebidanan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis pasen yang menginformasikan faktor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan dilaksanakan. Disamping itu catatan juga dapat sebagai wahana komunikasi dan koordinasi antar profesi (Interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk mengungkap suatu fakta aktual untuk dipertanggungjawabkan.
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak bagi setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi keperawatan/kebidanan secara baik dan benar.
Sebagai upaya untuk melindungi pasien terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasien. Hal ini penting berkaitan dengan langkah antisipasi terhadap ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan dan kaitannya dengan aspek hukum yang dapat dijadikan settle concern, artinya dokumentasi dapat digunakan untuk menjawab ketidakpuasan terhadap pelayanan yang diterima secara hukum.
ASPEK LEGAL DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dalam Undang-Undang RI No.23 Tahun 1992, Tentang Kesehatan, tercantum bahwa penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dilakukan dengan pengobatan dan atau perawatan. Bertolak dari dasar tersebut maka dapatditarik kesimpulan bahwa pelayanan keperawatan memegang peranan penting di dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Dalam pelaksanaan tugas profesi keperawatan diperlukan berbagai data kesehatan klien sebagai dasar dari penentuan keputusan model asuhan keperawatan yang akan diberikan, oleh karenanya sangat diperlukan suatu proses pendokumentasian yang berisikan data dasar keperawatan, hasil pemeriksaan atau assesment keperawatan, analisa keperawatan, perencanaan tindak lanjut keperawatan. Harus diyakini bahwa keberhasilan tujuan keperawatan akan sangat bergantung pada keberhasilan mekanisme pendokumentasian.
Disamping itu berkesesuaian juga dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 32 tahun 1996, tentang tenaga kesehatan Bab I pasal 11: yang menyatakan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Makna yang dapat diambil dan dipahami dari Peraturan Pemerintah diatas adalah bahwa dalam melakukan tugas dan kewenangannya seorang perawat harus dapat membuat keputusan model asuhan keperawatan yang akan dilakukan, proses tersebut dilakukan berdasarkan ilmu pengetahuan keperawatan yang dimiliki oleh perawat, kemampuan tata kelola masalah yang dimiliki oleh perawat dan kewenangan yang melekat pada profesi keperawatan. Rangkaian proses tata laksana masalah keperawatan tersebut digambarkan dalam suatu lingkaran tidak terputus yang terdiri dari mengumpulkan data, memproses data, umpan balik, tentunya untuk dapat menunjang terlaksananya seluruh kegiatan diatas diperlukan upaya pencatatan dan pendokumentasian yang baik.
Berdasarkan Permenkes No. 269/Menkes/Per III/2008, dinyatakan bahwa rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Jelas sekali dinyatakan bahwa rekam medik berisikan berkas catatan baik catatan medik (dokter) maupun catatan paramedik (perawat) dan atau catatan petugas kesehatan lain yang berkolaborasi melakukan upaya pelayanan kesehatan dimaksud. Selain itu rekam medik juga berisikan dokumen yang dapat terdiri dari lembaran expertise pemeriksaan radiologi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan EKG dll. Berdasarkan hal diatas serta melihat pada tanggung jawab atas tugas profesi dengan segala risiko tanggung gugatnya dihadapan hukum, maka dokumentasi keperawatan memang benar diakui eksistensinya dan keabsahannya serta mempunyai kedudukan yang setara dengan dokumen medik lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-undang, Peraturan Pemerintah dan Permenkes yang berisikan tentang kewajiban tenaga kesehatan untuk mendokumentasikan hasil kerjanya didalam rekam kesehatan juga berlaku untuk profesi keperawatan.


SUBSTANSI DASAR DOKUMENTASI KEPERAWATAN
Dokumen keperawatan selain merupakan salah satu alat bukti hukum juga dapat berfungsi sebagai sarana yang dapat melindungi diri, mitra kerja dan bahkan rumah sakit tempat bekerja dari permasalahan hukum. Perlu dipahami proses pembuatan suatu dokumen keperawatan tidak sebatas hanya mengisi data pada format yang telah disiapkan, akan tetapi juga harus mampu menterjemahkan dan mendokumentasikan semua aktifitas fungsional keperawatan yang dilakukan, Seperti diketahui tujuan dari dokumentasi keperawatan adalah:
1. Kepentingan komunikasi, yaitu : (1). Sebagai sarana koordinasi asuhan keperawatan, (2). Untuk mencegah informasi berulang, (3). Sarana untuk meminimalkan kesalahan & meningkatkan penerapan asuhan keperawatan, (4) Mengatur penggunaan waktu agar lebih efesien.
2. Memudahkan mekanisme pertanggungjawaban & tanggung gugat, karena : (1). Dapat dipertanggungjawabkan baik kualitas asuhan keperawatan dan kebenaran pelaksanaan, (2). Sebagai sarana perlindungan hukum bagi perawat bila sampai terjadi gugatan di pengadilan.
Salah satu cara untuk membuat dokumentasi keperawatan yang baik adalah selalu berfokus pada : (1). Selalu melakukan proses pencatatan yang aktual, faktual dan realistik, (2). Hasil pencatatan yang dibuat harus jelas, sistematik dan terarah, hal tersebut menjadi penting karena akurasi dan kelengkapan data dokumen keperawatan selain dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan (Gapko Dawn,1999), juga dapat menghindari kesalahan pembacaan, kesalahan dalam penilaian dan penentuan dan kesalahan dalam penatalaksanaan yang dapat membahayakan jiwa klien. Dalam membuat dokumentasi keperawatan perlu diperhatikan substansi dasar yang harus ada, hal ini dimaksudkan agar dokumen tersebut berguna dan memiliki arti untuk berbagai kepentingan baik bagi keperawatan sendiri, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan hukum.
Dokumentasi keperawatan dapat menjadi alat bukti hukum yang sangat penting,  kebiasaan membuat dokumentasi yang baik tidak hanya mencerminkan kualitas mutu keperawatan tetapi juga membuktikan pertanggung gugatan setiap anggota tim keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Beberapa aturan pencatatan yang perlu diikuti agar dokumentasi keperawatan yang dibuat sesuai dengan standar hukum diantaranya :
  1. Dokumentasi keperawatan yang dibuat memenuhi dan memahami dasar hukum terhadap kemungkinan tuntutan malpraktek keperawatan.
  2. Catatan keperawatan memberikan informasi kondisi pasien secara tepat meliputi proses keperawatan yang diberikan, evaluasi berkala dan mencerminkan kewaspadaan terhadap perburukan keadaan klien.
  3. Memiliki catatan singkat komunikasi perawat dengan dokter dan intervensi perawatan yang telah dilakukan
  4. Memperhatikan fakta-fakta secara tepat dan akurat mengenai penerapan proses keperawatan. Data tersebut mencakup anamnesis kesehatan, pengkajian data, diagnosis keperawatan, menentukan tujuan dan kriteria hasil, membuat rencana tindakan keparawatan, melaksanakan tindakan keperawatan, mengevaluasi hasil tindakan keperawatan, membubuhkan tanda tangan dan nama terang perawat yang melaksanakan, membuat catatan keperawatan, membuat resume keperawatan serta catatan pulang atau meninggal dunia.
  5. Selalu memperhatikan situasi perawatan pasien dan mencatat secara rinci masalah kesehatan pasien terutama pada pasien yang memiliki masalah yang kompleks atau penyakit yang serius.
Dalam melakukan tugasnya perawat menempati posisi terdepan dari Sistem Pelayanan Kesehatan di Ruang Rawat Inap karena perawatlah yang secara terusmenerus selama 24 jam memantau perkembangan pasien dalam sudut biopsikososiokultural & spiritual. Dengan demikian peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta keberhasilan pelayanan di rumah sakit sangat bergantung pada keberhasilan asuhan keperawatan yang dilakukan di rumah sakit tersebut. Mudah dipahami bila proses asuhan keperawatan tidak dilaksanakan dengan baik akan menyebabkan mutu pelayanan keperawatan menjadi kurang baik pula dan dengan demikian mutu pelayanan kesehatan rumah sakit secara keseluruhan menjadi tidak memuaskan klien. Agar mempunyai nilai hukum maka penulisan suatu dokumentasi keperawatan sangat dianjurkan untuk memenuhi standar profesi, kelengkapan dan kejelasan mutlak disyaratkan dalam penulisan dokumen keperawatan, bila salah satu kriteria belum terpenuhi maka dokumentasi tersebut belum bisa dianggap sempurna secara hukum, beberapa upaya yang dapat dilakukan agar dokumentasi keperawatan yang dibuat dapat memenuhi persyaratan diatas yaitu:
  1. Segeralah mencatat sesaat setelah selesai melaksanakan suatu asuhan keperawatan.
  2. Mulailah mencatat dokumentasi dengan waktu (tanggal, bulan, tahun ) pada keadaan tertentu diperlukan pula penulisan waktu yang lebih detil (jam dan menit) serta diakhiri dengan tanda tangan dan nama jelas.
  3. Catatlah fakta yang aktual dan berkaitan.
  4. Catatan haruslah jelas, ditulis dengan tinta dalam bahasa yang lugas dan dapat dibaca dengan mudah.
  5. Periksa kembali catatan dan koreksilah kesalahan sesegera mungkin.
  6. Buatlah salinan untuk diri sendiri karena perawat harus bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas informasi yang ditulisnya.
  7. Jangan menghapus atau menutup tulisan yang salah dengan cairan tipe ex atau apapun, akan tetapi buatlah satu garis mendatar pada bagian tengah tulisan yang salah, tulis kata salah´ lalu diparaf kemudian tulis catatan yang benar disebelahnya atau diatasnya agar terlihat sebagai pengganti tulisan yang salah.
  8. jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien ataupun tenaga kesehatan lain. Tulislah hanya uraian obyektif perilaku klien dan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
  9. Hindari penulisan yang bersifat umum, diplomatis dan tidak terarah, akan tetapi tulislah dengan lengkap, singkat, padat dan obyektif.
  10. Bila terdapat pesanan ataupun instruksi yang meragukan berilah catatan /  tulisan : perlu klarifikasi
  11. Jangan biarkan pada catatan akhir perawat kosong, tutuplah kalimatdengan suatu tanda baca atau titik yang jelas yang menandakan bahwa kalimat tersebut telah berakhir.
Secara statistik terdapat beberapa situasi yang memiliki kecenderungan untuk munculnya proses tuntutan hukum dalam pemberian asuhan keperawatanyaitu:
1. Kesalahan dalam administrasi pengobatan / salah memberi obat
2. Kelemahan dalam supervisi diagnosis
3. asisten dalam tindakan bedah lalai dalam mengevaluasi peralatan operasi maupun bahan habis pakai yang digunakan (kasa steril)
4. Akibat kelalaian menyebabkan klien terancam perlukaan
5. Penghentian obat oleh perawat
6. Tidak memperhatikan teknik a dan antiseptik yang semestinya
7. Tidak mengikuti standar operasional prosedur yang seharusnya
Dengan makin meningkatnya kebutuhan dan keinginan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan keperawatan yang baik, aman dan bermutu, maka sudah menjadi keharusan bagi profesi perawat untuk lebih maju, lebih berhati-hati, lebih mengerti kemungkinan munculnya tuntutan hukum dan lebih profesional dalam menjalankan tugasnya.



Dasar Hukum

Dasar Hukum
  1. Keputusan Presiden Nomor 91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional;
  2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 1999 tentang Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Jajaran Departemen Dalam Negeri;
  3. Keputusan Gubernur DIY Nomor 1 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di Propinsi DIY;
  4. Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 7 Tahun 2005 tentang Pembentukan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.

0 komentar:

Posting Komentar

***

***
 
Copyright © Dani Patrick | Theme by BloggerThemes & simplywp | Sponsored by BB Blogging