Trend Dan Issue Dalam
Keperawatan
2.1 Definisi
Trend
Trend
adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak orang saat ini dan
kejadiannya berdasarkan fakta.
Setelah
tahun 2000, dunia khususnya bangsa Indonesia memasuki era globalisasi, pada
tahun 2003 era dimulainya pasar bebas ASEAN dimana banyak tenaga professional
keluar dan masuk ke dalam negeri. Pada masa itu mulai terjadi
suatu masa transisi/pergeseran pola kehidupan masyarakat dimana pola kehidupan
masyarakat tradisional berubah menjadi masyarakat yang maju. Keadaan itu
menyebabkan berbagai macam dampak pada aspek kehidupan masyarakat khususnya
aspek kesehatan baik yang berupa masalah urbanisaasi, pencemaran, kecelakaan,
disamping meningkatnya angka kejadian penyakit klasik yang berhubungan dengan
infeksi, kurang gizi, dan kurangnya pemukiman sehat bagi penduduk. Pergeseran
pola nilai dalam keluarga dan umur harapan hidup yang meningkat juga
menimbulkan masalah kesehatan yang berkaitan dengan kelompok lanjut usia serta
penyakit degeneratif.
Pada
masyarakat yang menuju ke arah moderen, terjadi peningkatan kesempatan untuk
meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi, peningkatan pendapatan dan
meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap hukum dan menjadikan masyarakat
lebih kritis. Kondisi itu berpengaruh kepada pelayanan kesehatan
dimana masyarakat yang kritis menghendaki pelayanan yang bermutu dan diberikan
oleh tenaga yang profesional. Keadaan ini memberikan implikasi bahwa tenaga
kesehatan khususnya keperawatan dapat memenuhi standart global internasional
dalam memberikan pelayanan kesehatan/keperawatan, memiliki kemampuan
professional, kemampuan intelektual dan teknik serta peka terhadap aspek social
budaya, memiliki wawasan yang luas dan menguasi perkembangan Iptek.
Namun demikian upaya untuk mewujudkan perawat yang professional di
Indonesia masih belum menggembirakan, banyak factor yang dapat menyebabkan
masih rendahnya peran perawat professional, diantaranya :
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
1. Keterlambatan pengakuan body of knowledge profesi keperawatan. Tahun 1985 pendidikan S1 keperawatan pertama kali dibuka di UI, sedangkan di negara barat pada tahun 1869.
2. Keterlambatan pengembangan pendidikan perawat professional.
3. Keterlambatan system pelayanan keperawatan., ( standart, bentuk praktik keperawatan, lisensi )
Menyadari peran profesi
keperawatan yang masih rendah dalam dunia kesehatan akan berdampak negatif
terhadap mutu pelayanan kesehatan bagi tercapainya tujuan kesehatan “ sehat
untuk semua pada tahun 2010 “, maka solusi yang harus ditempuh adalah :
1. Pengembangan pendidikan keperawatan.
1. Pengembangan pendidikan keperawatan.
Sistem pendidikan tinggi keperawatan sangat penting dalam pengembangan
perawatan professional, pengembangan teknologi keperawatan, pembinaan profesi
dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Akademi Keperawatan merupakan
pendidikan keperawatan yang menghasilkan tenaga perawatan professional dibidang
keperawatan. Sampai saat ini jenjang ini masih terus ditata dalam hal SDM
pengajar, lahan praktik dan sarana serta prasarana penunjang pendidikan.
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
2. Memantapkan system pelayanan perawatan professional
Depertemen Kesehatan RI sampai saat ini sedang menyusun registrasi,
lisensi dan sertifikasi praktik keperawatan. Selain itu semua penerapan model
praktik keperawatan professional dalam memberikan asuhan keperawatan harus
segera di lakukan untuk menjamin kepuasan konsumen/klien.
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
3. Penyempurnaan organisasi keperawatan
Organisasi profesi keperawatan memerlukan suatu perubahan cepat dan
dinamis serta kemampuan mengakomodasi setiap kepentingan individu menjadi
kepentingan organisasi dan mengintegrasikannya menjadi serangkaian kegiatan
yang dapat dirasakan manfaatnya. Restrukturisasi organisasi keperawatan
merupakan pilihan tepat guna menciptakan suatu organisasi profesi yang mandiri
dan mampu menghidupi anggotanya melalui upaya jaminan kualitas kinerja dan
harapan akan masa depan yang lebih baik serta meningkat.
Komitmen perawat guna memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu baik
secara mandiri ataupun melalui jalan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
sangat penting dalam terwujudnya pelayanan keperawatan professional. Nilai
professional yang melandasi praktik keperawatan dapat di kelompokkan dalam :
1. Nilai intelektual
1. Nilai intelektual
Nilai intelektual dalam prtaktik keperawatan terdiri dari
a. Body of Knowledge
b. Pendidikan spesialisasi (berkelanjutan)
c. Menggunakan pengetahuan dalam berpikir secara kritis dan kreatif.
2.
Nilai komitmen moral
Pelayanan keperawatan diberikan dengan konsep altruistic, dan
memperhatikan kode etik keperawatan. Menurut Beauchamp & Walters (1989)
pelayanan professional terhadap masyarakat memerlukan integritas, komitmen
moral dan tanggung jawab etik.
Aspek moral yang harus menjadi landasan perilaku perawat adalah :
a. Beneficience
a. Beneficience
selalu mengupayakan keputusan dibuat berdasarkan keinginan melakukan yang
terbaik dan tidak merugikan klien. (Johnstone, 1994)
b. Fair
b. Fair
Tidak mendeskriminasikan klien berdasarkan agama, ras, social budaya,
keadaan ekonomi dan sebagainya, tetapi memprlakukan klien sebagai individu yang
memerlukan bantuan dengan keunikan yang dimiliki.
c. Fidelity
c. Fidelity
Berperilaku caring (peduli, kasih sayang, perasaan ingin membantu),
selalu berusaha menepati janji, memberikan harapan yang memadahi, komitmen
moral serta memperhatikan kebutuhan spiritual klien.
3. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
3. Otonomi, kendali dan tanggung gugat
Otonomi merupakan kebebasan dan kewenangan untuk melakukan tindakan
secara mandiri. Hak otonomi merujuk kepada pengendalian kehidupan diri sendiri
yang berarti bahwa perawat memiliki kendali terhadap fungsi mereka. Otonomi
melibatkan kemandirian, kesedian mengambil resiko dan tanggung jawab serta
tanggung gugat terhadap tindakannya sendiribegitupula sebagai pengatur dan
penentu diri sendiri.
Kendali mempunyai implikasi pengaturan atau pengarahan terhadap sesuatu
atau seseorang. Bagi profesi keperawatan, harus ada kewenangan untuk
mengendalikan praktik, menetapkan peran, fungsi dan tanggung jawab anggota
profesi.
Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien.
Tanggung gugat berarti perawat bertanggung jawab terhadap setiap tindakan yang dilakukannya terhadap klien.
2.2 Definisi issue
Issue
adalah sesuatu yang sedang di bicarakan oleh banyak namun belum jelas faktannya
atau buktinya. Beberapa issue keperawatan pada saat ini :
v EUTHANASIA
Membunuh bisa dilakukan secara
legal. Itulah euthanasia, pembuhuhan legal yang sampai kini masih jadi
kontroversi. Pembunuhan legal ini pun ada beragam jenisnya.
Secara umum, kematian adalah
suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik. Hal demikian tidak terjadi
di dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan modern,
kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Kematian
dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal
kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi.
Euthanasia adalah tindakan mengakhiri hidup seorang individu secara tidak
menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.
Ada empat metode euthanasia:
·
Euthanasia sukarela: ini
dilakukan oleh individu yang secara sadar menginginkan kematian.
·
Euthanasia non sukarela: ini
terjadi ketika individu tidak mampu untuk menyetujui karena faktor umur,
ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah
menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam
keadaan vegetatif (koma).
·
Euthanasia tidak sukarela: ini
terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun
hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan
untuk melanjutkan perawatan ditolak.
·
Bantuan bunuh diri: ini sering
diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika
seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri.
Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri
tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut
sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini
pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.
· Euthanasia
dapat menjadi aktif atau pasif:
·
Euthanasia aktif menjabarkan
kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan untuk menimbulkan kematian.
Contoh dari kasus ini adalah memberikan suntik mati. Hal ini ilegal di Britania
Raya dan Indonesia.
·
Euthanasia pasif menjabarkan
kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian tindakan medis. Contoh dari
kasus ini adalah penghentian pemberian nutrisi, air, dan ventilator.
Ø Argumen Pro
Euthanasia
Kelompok pro euthanasia, yang
termasuk juga beberapa orang cacad, berkonsentrasi untuk mempopulerkan
euthanasia dan bantuan bunuh diri. Mereka menekankan bahwa pengambilan
keputusan untuk euthanasia adalah otonomi individu. Jika seseorang memiliki
penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau berada dalam kesakitan yang tak
tertahankan, mereka harus diberikan kehormatan untuk memilih cara dan waktu
kematian mereka dengan bantuan yang diperlukan. Mereka mengklaim bahwa
perbaikan teknologi kedokteran merupakan cara untuk meningkatkan jumlah pasien
yang sekarat tetap hidup. Dalam beberapa kasus, perpanjangan umur ini melawan
kehendak mereka.
Mereka yang mengadvokasikan
euthanasia non sukarela, seperti Peter Singer, berargumentasi bahwa peradaban
manusia berada dalam periode ketika ide tradisional seperti kesucian hidup
telah dijungkir balikkan oleh praktek kedokteran baru yang dapat menjaga pasien
tetap hidup dengan bantuan instrumen. Dia berargumen bahwa dalam kasus
kerusakan otak permanen, ada kehilangan sifat kemanusian pada pasien tersebut,
seperti kesadaran, komunikasi, menikmati hidup, dan seterusnya. Mempertahankan
hidup pasien dianggap tidak berguna, karena kehidupan seperti ini adalah
kehidupan tanpa kualitas atau status moral.
Falsafah Utilitarian Singer
menekankan bahwa tidak ada perbedaan moral antara membunuh dan mengizinkan
kematian terjadi. Jika konsekuensinya adalah kematian, maka tidak menjadi
masalah jika itu dibantu dokter, bahkan lebih disukai jika kematian terjadi
dengan cepat dan bebas rasa sakit.
Ø Oposisi terhadap
Euthanasia
Banyak argumen anti euthanasia
bermula dari proposisi, baik secara religius atau sekuler, bahwa setiap
kehidupan manusia memiliki nilai intrinsik dan mengambil hidup seseorang dalam
kondisi normal adalah suatu kesalahan. Advokator hak-hak orang cacad menekankan
bahwa jika euthanasia dilegalisasi, maka hal ini akan memaksa beberapa orang
cacad untuk menggunakannya karena ketiadaan dukungan sosial, kemiskinan,
kurangnya perawatan kesehatan, diskriminasi sosial, dan depresi. Orang cacad
sering lebih mudah dihasut dengan provokasi euthanasia, dan informed consent akan
menjadi formalitas belaka dalam kasus ini. Beberapa orang akan merasa bahwa
mereka adalah beban yang harus dihadapi dengan solusi yang jelas. Secara umum,
argumen anti euthanasia adalah kita harus mendukung orang untuk hidup, bukan
menciptakan struktur yang mengizinkan mereka untuk mati.
Ø Eutanasia menurut
hukum dibeberapa negara
Sejauh ini eutanasia
diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di negara
bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan dibeberapa negara
dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark
- Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan
ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara
bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien
terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya
adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan
kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian
yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya
menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia. Syarat-syarat yang
diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh
minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam
enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua
kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali
secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh
memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan
diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam
mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.
Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri
hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang
dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga
simpanan hari tuanya.
Belum jelas apakah
undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab
dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian
ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di
Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU
Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak
pendapat terkenal yaitu polling (Gallup Poll) menunjukkan
bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia.
- Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan
yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan
yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan
sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak
pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat
dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan
demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak
mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid
Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa
5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau
"pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima
dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat
ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum
positif yang masih berlaku yakni KUHP.
Ø Eutanasia menurut
ajaran agama islam
Seperti dalam agama-agama
Ibrahin lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak
seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah
Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang
lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri
diharamkan dalam hukum islam meskipun tidak ada teks dalam Al-Quranmaupun
Hadist yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada
sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah
engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah
"Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim
(Dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan
membunuh dirinya sendiri.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl
ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan
memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena
kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara
positif maupun negatif.
Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun
1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya
eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam
alasan apapun juga.
· Eutanasia
positif
Yang dimaksud taisir
al-maut al-fa'al (eutanasia positif) ialah tindakan memudahkan kematian si
sakit --karena kasih sayang-- yang dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan
instrumen (alat).
Memudahkan proses kematian
secara aktif (eutanasia positif)adalah tidak diperkenankan oleh syara'. Sebab
dalam tindakan ini seorang dokter melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan
membunuh si sakit dan mempercepat kematiannya melalui pemberian
obat secara overdosis dan ini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya,
bahkan termasuk dosa besar yang membinasakan.
Perbuatan demikian itu adalah
termasuk dalam kategori pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan
kepada si sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si
dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang Menciptakannya.
Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah Ta'ala, karena Dia-lah yang
memberi kehidupan kepada manusia dan yang mencabutnya apabila telah tiba ajal
yang telah ditetapkan-Nya.
· Eutanasia
negatif
Eutanasia negatif disebut
dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada eutanasia negatif tidak
dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si
sakit, tetapi ia hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk memperpanjang
hayatnya. Hal ini didasarkan pada keyakinan dokter bahwa pengobatan yang
dilakukan itu tidak ada gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit,
sesuai dengan Sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum
sebab-akibat.
Diantara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara' ialah bahwa
mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya menurut Jumhur
Fuqaha dan imam-imam mahzab. Bahkan menurut mereka,
mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada hukum mubah. Dalam hal ini hanya
segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang dikatakan oleh sahabat-sahabat
Imam Syafi'i dan Imam Ahmad sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul
Islam Ibnu Taimiyah,, dan sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah).
Beberapa kasus menarik
ü Kasus Hasan
Kusuma – Indonesia
Sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia pada tanggal 22 oktober 2004 telah diajukan oleh
seorang suami bernama Hassan Kusuma karena tidak tega menyaksikan istrinya yang
bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma selama 2 bulan dan disamping
itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu
alasan pula. Permohonan untuk melakukan eutanasia ini diajukan ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh bentuk
eutanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya ditolak oleh
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani perawatan intensif maka
kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah mengalami kemajuan dalam
pemulihan kesehatannya.
ü Kasus seorang
wanita New Jersey - Amerika Serikat
Seorang perempuan berusia 21 tahun dari New Jersey, Amerika Serikat, pada
tanggal 21 April 1975 dirawat di rumah sakit dengan menggunakan alat bantu
pernapasan karena kehilangan kesadaran akibat pemakaian alkohol dan zat
psikotropika secara berlebihan.Oleh karena tidak tega melihat penderitaan
sang anak, maka orangtuanya meminta agar dokter menghentikan pemakaian alat
bantu pernapasan tersebut. Kasus permohonan ini kemudian
dibawa ke pengadilan, dan pada pengadilan tingkat pertama permohonan orangtua
pasien ditolak, namun pada pengadilan banding permohonan dikabulkan sehingga
alat bantu pun dilepaskan pada tanggal 31 Maret 1976. Pasca penghentian
penggunaan alat bantu tersebut, pasien dapat bernapas spontan walaupun masih
dalam keadaan koma. Dan baru sembilan tahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Juni
1985, pasien tersebut meninggal akibat infeksi paru-paru (pneumonia).
Ø ABORSI
Aborsi berasal dari
bahasa latin abortus yaitu berhentinya kehamilan sebelum usia
kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin.
Aborsi yaitu tindakan
pemusnahan yang melanggar hukum , menyebabkan lahir prematur fetus manusia
sebelum masa lahir secara alami.
Aborsi telah dilakukan oleh
manusia selama berabad-abad, tetapi selama itu belum ada undang-undang yang
mengatur mengenai tindakan aborsi. Peraturan mengenai hal ini pertama kali
dikeluarkan pada tahun 4 M di mana telah ada larangan untuk melakukan aborsi.
Sejak itu maka undang-undang mengenai aborsi terus mengalami perbaikan, apalagi
dalam tahun-tahun terakhir ini di mana mulai timbul suatu revolusi dalam sikap
masyarakat dan pemerintah di berbagai negara di dunia terhadap tindakan aborsi.
Hukum abortus di berbagai negara dapat digolongkan dalam beberapa kategori
sebagai berikut:
· Hukum
yang tanpa pengecualian melarang aborsi, seperti di Belanda.
· Hukum
yang memperbolehkan aborsi demi keselamatan kehidupan penderita (ibu), seperti
di Perancis dan Pakistan.
· Hukum
yang memperbolehkan aborsi atas indikasi medik, seperti di Kanada, Muangthai
dan Swiss.
· Hukum
yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosio-medik, seperti di Eslandia,
Swedia, Inggris, Scandinavia, dan India.
· Hukum
yang memperbolehkan aborsi atas indikasi sosial, seperti di Jepang, Polandia,
dan Yugoslavia.
· Hukum
yang memperbolehkan aborsi atas permintaan tanpa memperhatikan
indikasi-indikasi lainnya (Abortion on requst atau Abortion on demand), seperti
di Bulgaris, Hongaria, USSR, Singapura.
· Hukum
yang memperbolehkan abortus atas indikasi eugenistis (aborsi boleh dilakukan
bila fetus yang akan lahir menderita cacat yang serius) misalnya di India
· Hukum
yang memperbolehkan aborsi atas indikasi humanitarian (misalnya bila hamil
akibat perkosaan) seperti di Jepang
· Negara-negara
yang mengadakan perubahan dalam hukum abortus pada umumnya mengemukakan salah
satu alasan/tujuan seperti yang tersebut di bawah ini:
ü Untuk memberikan
perlindungan hukum pada para medisi yang melakukan abortus atas indikasi medik.
ü Untuk mencegah
atau mengurangi terjadinya abortus provocatus criminalis.
ü Untuk
mengendalikan laju pertambahan penduduk.
ü Untuk melindungi
hal wanita dalam menentukan sendiri nasib kandungannnya.
ü Untuk memenuhi
desakan masyarakat.
Statistik baru-baru ini
diterbitkan oleh Departemen Kesehatan (DH) mengungkapkan bahwa pada tahun
2008, untuk wanita penduduk di Inggris dan Wales, jumlah dari
aborsi adalah 195.296 (DH, 2009). Media pelaporan
sekitar statistik terfokus pada 'kejam' naik dari laju mengulangi aborsi (Daily Mail, 2009), danmasyarakat umum dengan cepat mengomentari seperti artikel, sehingga menimbulkan putaran lagi perdebatan tentang hak-hak dan kesalahan aborsi. Perdebatan aborsi bukanlah hal baru.
sekitar statistik terfokus pada 'kejam' naik dari laju mengulangi aborsi (Daily Mail, 2009), danmasyarakat umum dengan cepat mengomentari seperti artikel, sehingga menimbulkan putaran lagi perdebatan tentang hak-hak dan kesalahan aborsi. Perdebatan aborsi bukanlah hal baru.
Meskipun ini adalah sebuah negara di mana hampir 200.000 kehamilan
yang berakhir melalui aborsi setiap tahun, dan di mana aborsi
telah hukum selama lebih dari 40 tahun, prosedur ini masih
dikelilingi oleh kontroversi dan membagi masyarakat umum, kesehatan profesional
dan politisi. Akibatnya, aborsi tidak berbicara tentang dalam
percakapan sehari-hari, dan sedikitwanita mengakui telah punya satu - itu hanya
terlalu pribadi, terlalu tabu (Hadley, 2006). Alasan mengapa perempuan
mungkin memilih melakukan aborsi sangat kompleks dan bervariasi, namun
masalah tetap diperdebatkan, dan masih ada besar keengganan untuk terlibat
dalam pemeriksaan terbuka dan jujur tentang praktek aborsi dan tempatnya
dalam masyarakat kita Sebagai perawat di Marie penasihat Stopes International,
salah satu dari penyedia terkemuka Inggris seksual dan
reproduksi jasa-jasa perawatan kesehatan, saya sehari-hari berurusan
dengan klien yang telah aborsi dipilih untuk berbagai macam alasan, tapi
yang merasa terisolasi dan setan untuk melakukannya. Memutuskan untuk
mengakhiri kehamilan dapat menjadi salah satu yang paling
sulit keputusan seorang wanita untuk membuat, dan ketika membuat
ini keputusan saya percaya bahwa perempuan harus memiliki akses
ke dukungan dan nasihat untuk memungkinkan mereka untuk membuat
suatu pilihan. Aku merasa sangat yakin bahwa kita perlu
membasmi rasa malu yang berhubungan dengan aborsi sehingga
perempuan dapat memilih prosedur tanpa menjadi
lebih pengalaman menyedihkan daripada perlu.
Di negara-negara di mana
aborsi ilegal atau sangat terbatas, aborsi yang tidak aman tetap
menjadi penyebab utama kematian, dan menyebabkan sampai 67.000
kematian setiap tahunnya. Aborsi disahkan di Inggris
dan Wales pada tahun 1967, dan hukum jika dua dokter
setuju bahwa alasan wanita untuk mencari
aborsi memenuhi persyaratan UU Aborsi. Hukum persyaratan dari Undang-undang tidak mengizinkan perawat untuk mengotorisasi aborsi, tapi Royal College of Nursing (RCN) mengakui bahwa pembangunan inovatif menyusui berarti bahwa peran perawat sekarang merencanakan, memimpin dan mengelola proporsi yang signifikan perawatan untuk wanita mencari dan / atau mengalami aborsi (RCN, 2008). Sebagai hasil dari perubahan dalam praktik dan maju peran perawat dalam menyediakan pelayanan aborsi, perawat berada dalam posisi yang ideal untuk membentuk cara aborsi layanan yang disediakan di masa depan (RCN, 2008), dan memastikan bahwa wanita merasa didukung daripada dipermalukan ketika menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan. Contoh peran yang perawat bisa memainkan meliputi: Penilaian pra-aborsi. Menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan cenderung menjadi sangat menegangkan waktu bagi seorang wanita. Karena dari sifat sensitif konsultasi awal, itu adalah ide yang bagus untuk melihat wanita sendiri, sehingga ia dapat memberikan jawaban yang akurat dan mengungkapkan perasaan-perasaannya tanpa merasa dihambat oleh pasangan atau orangtua Pra-dan pasca-aborsi konseling. Sangat penting untuk memberi wanita kesempatan untuk mempertimbangkan pilihan dalam sebuah rahasia dan tidak menghakimi lingkungan. Sistem seharusnya berada di tempat untuk merujuk perempuan untuk kehamilan spesialis konseling, ketika ini diperlukan. Tetapi kita juga harus mengenali perempuan hak otonomi dalam pengambilan keputusan mereka.
aborsi memenuhi persyaratan UU Aborsi. Hukum persyaratan dari Undang-undang tidak mengizinkan perawat untuk mengotorisasi aborsi, tapi Royal College of Nursing (RCN) mengakui bahwa pembangunan inovatif menyusui berarti bahwa peran perawat sekarang merencanakan, memimpin dan mengelola proporsi yang signifikan perawatan untuk wanita mencari dan / atau mengalami aborsi (RCN, 2008). Sebagai hasil dari perubahan dalam praktik dan maju peran perawat dalam menyediakan pelayanan aborsi, perawat berada dalam posisi yang ideal untuk membentuk cara aborsi layanan yang disediakan di masa depan (RCN, 2008), dan memastikan bahwa wanita merasa didukung daripada dipermalukan ketika menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan. Contoh peran yang perawat bisa memainkan meliputi: Penilaian pra-aborsi. Menghadapi kehamilan yang tidak diinginkan cenderung menjadi sangat menegangkan waktu bagi seorang wanita. Karena dari sifat sensitif konsultasi awal, itu adalah ide yang bagus untuk melihat wanita sendiri, sehingga ia dapat memberikan jawaban yang akurat dan mengungkapkan perasaan-perasaannya tanpa merasa dihambat oleh pasangan atau orangtua Pra-dan pasca-aborsi konseling. Sangat penting untuk memberi wanita kesempatan untuk mempertimbangkan pilihan dalam sebuah rahasia dan tidak menghakimi lingkungan. Sistem seharusnya berada di tempat untuk merujuk perempuan untuk kehamilan spesialis konseling, ketika ini diperlukan. Tetapi kita juga harus mengenali perempuan hak otonomi dalam pengambilan keputusan mereka.
Ø CONFIDENTIALITY
Yang dimaksud confidentiality
adalah menjaga privasi atau rahasia klien, segala sesuatu mengenai klien boleh
diketahui jika digunakan untuk pengobatan klien atau mendapat izin dari klien.
Sebagai perawat kita hendaknya menjaga rahasia pasien itu tanpa
memberitahukanya kepada orang lain maupun perawat lain.
Perawat memiliki komitmen
menyeluruh tentang perlunya mempertahankan privasi dan kerahasiaan pasien
sesuai kode etik keperawatan. Beberapa hal terkait isu ini yang secara fundamental
mesti dilakuakan dalam merawat pasien adalah:
a. Jaminan
kerahasiaan dan jaminan pelayanan dari informasi kesehatan yang diberikan harus
tetap terjaga
b. Individu
yang menyalahgunakan kerahsiaan, keamanan, peraturan dan informasi dapat dikenakan
hukuman/ legal aspek
Ø INFORMED CONSENT
Tujuan dari informed consent
adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil
keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti
mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat
terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia
perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Kekecualian dapat
dibuat apabila informasi yang diberikan dapat menyebabkan guncangan psikis pada
pasien.
Dokter harus menyadari bahwa
informed consent memiliki dasar moral dan etik yang
kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics
Manual, pasien harus mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum
mengambil keputusan. Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya
informed consent menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai
kelalaian. Informasi yang diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban
atas pertanyaan pasien.
2.3 Trend
dan issue kesejagatan dalam keperawatan
12 Mei 2008 adalah Hari
Keperawatan Sedunia. International Council of Nurses (ICN) mengangkat
tema”Delivering Quality, Serving Communities: Nurses Leading Primary Health
Care”. Tema tersebut sesungguhnya sangat relevan dengan kondisi
Bangsa Indonesiakarena Pertama, Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat
turut bertanggung jawab untuk mewujudkan derajat kesehatan setinggi tingginya.
Pada tahun 2004-2009, Pemerintah
telah menetapkan kebijakan pembangunan kesehatan yang diarahkan pada
peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas puskesmas, peningkatan kualitas dan
kuantitas tenaga kesehatan, pengembangan sistem jaminan kesehatan terutama bagi
penduduk miskin, peningkatan sosialisasi kesehatan lingkungan dan pola hidup
sehat, peningkatan pendidikan kesehatan pada masyarakat sejak usia dini serta
pemerataan dan peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dasar.
Bahkan, pada tahun 2006,
Menteri Kesehatan RI menetapkan flatform baru, terutama
inisiatif nasional untuk mobilisasasi sosial dan pemberdayaan masyarakat serta
meningkatkan kinerja sistem kesehatan.
Kedua, Berbagai cara dilakukan
oleh pemerintah tetapi masalah kesehatan justru semakin kompleks. Krisis
ekonomi dan berbagai bencana alam menyebabkan terpuruknya kondisi masyarakat
termasuk masalah kesehatan. Sebagian masyarakat tidak lagi mampu membiayai
pelayanan kesehatannya sendiri. Pola pelayanan kesehatan dasar sebagian besar
masih di bawah standar pelayanan minimum (Direktorat Kesehatan dan Gizi
Masyarakat Bappenas). Padahal, Pelayanan Kesehatan Dasar sangat diperlukan
untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan yang berkembang di masyarakat.
Hal ini mengakibatkan penyakit tidak menular meningkat drastis.
Di Jawa dan Bali, sekitar 20 juta
orang menderita penyakit jantung, dan 30% penyakit ini menyebabkan kematian.
Disisi lain, penyakit menular masih tinggi. Sekitar 22% kematian disebabkan
oleh penyakit menular dan parasit. Demikian juga angka kematian ibu 248/100,000
kelahiran hidup, angka kematian bayi 26.9/1,000 kelahiran hidup (Data Pusat
Statistik, 2007). Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat
di Vietnam hanya 18, Thailand, 17, Filipina, 26, Malaysia,
5.5, dan Singapura, 3. padahal angka-angka tersebut merupakan indikator
kesehatan suatu bangsa.
Masalah gizi juga sangat
memprihatinkan. Pada tahun 2007, penderita gizi kurang mencapai 21.9%. Pada
tahun 2005 terdapat sekitar 5 juta anak menderita gizi kurang dimana 1,5 juta
diantaranya menderita gizi buruk, dan 150,000 diantaranya mengalami gizi buruk
berat (marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor). Ada sekitar
232 balita meninggal dunia karena masalah pada periode Januari-November 2005.
Kondisi ini mengakibatkan pertahanan tubuh lemah sehingga penyakit menular
seperti TB Paru, Malaria, dan demam berdarah cenderung meningkat. Bahkan, angka
kesakitan TB Paru mencapai 102/100,000.
Hal yang sama juga terjadi pada
lanjut usia (lansia). Lansia akan tumbuh sebesar 7%. Pada tahun 1990 sampai
2025, Indonesia akan mengalami kenaikan lansia hingga 414%. Angka ini
menjadikan kita menduduki peringkat ke-3 dunia, setelah Cina
dan India (Bureau of the Cencus USA, 1993). Pada awal abad ke 21 ini
diperkirakan mencapai 15 juta orang dan pada tahun 2020 jumlah lanjut usia
tersebut akan meningkat sekitar 30-40 juta orang.
Ketiga, Alokasi anggaran
kesehatan kita masih di bawah standar WHO, yaitu minimal 5%. Anggaran sekecil
itu oleh pemerintah diarahkan pada bantuan Jaminan Kesehatan Masyarakat bagi
yang sakit, bukan pada upaya promotif dan preventif. Disisi lain, kemampuan
fiskal daerah tidak menjamin alokasi biaya kesehatan, terutama public goods,
disaat kemampuan masyarakat miskin untuk menjangkau pelayanan kesehatannya
masih rendah. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dalam pencapaian berbagai
indikator kesehatan dasar.
Keempat, seluruh potensi profesi
kesehatan belum dioptimalkan. Sejak dulu hingga sekarang, profesi kesehatan
selalu diarahkan untuk pelayanan pengobatan (kuratif). Perawat sesungguhnya
memiliki kemampuan dan kompetensi untuk memimpin pelayanan kesehatan primer.
Perawat mampu memberdayakan keluarga dan masyarakat untuk membantu mengatasi
masalah kesehatannya sendiri.
Ø Undang-Undang
Praktik Keperawatan.
Tetapi, dalam peringatan Hari
Perawat Sedunia ini Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong
disahkannya Undang-Undang Praktik Keperawatan. Hal ini karena pertama,
Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok
pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk menyelesaikan
masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang memenuhi standar dan
diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian terhadap standar praktik;
bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap tindakan yang dilakukan; memilih
profesi keperawatan sebagai karir seumur hidup, dan; memperoleh pengakuan
masyarakat karena fungsi mandiri dan kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang beriorientasi pada kebutuhan sistem klien
(individu, keluarga, kelompok dan komunitas).
Kedua, Kewenangan penuh untuk
bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang dipelajari dalam suatu sistem
pendidikan keperawatan yang formal dan terstandar menuntut perawat untuk
akuntabel terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukannya. Kewenangan yang
dimiliki berimplikasi terhadap kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak
bekerja sesuai standar dan kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem
registrasi, lisensi dan sertifikasi yang ditetapkan dengan peraturan dan
perundang-undangan.
Sistem ini akan melindungi
masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena Konsil
Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang
Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan melalui uji
kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan melaksanakan praktik keperawatan
hanya bagi perawat yang mempunyai pengetahuan yang dipersyaratkan untuk
praktik. Sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi ini akan meyakinkan
masyarakat bahwa perawat yang melakukan praktik keperawatan mempunyai
pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja sesuai standar.
Ketiga, perawat telah memberikan
konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari
perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian
tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum,
bahkan cenderung menjadi objek hukum.
Perawat juga memiliki kompetensi
keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi,
berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika
profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang
jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat,
profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang,
optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal,
keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
Keempat, Kebutuhan masyarakat
akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal
ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan,
dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan
gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996).
Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah
dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan
pelayanan keperawatan.
Negara-negara ASEAN seperti
Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah memiliki Undang Undang
Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak puluhan tahun yang lalu.
Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap untuk menghadapi
globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan perawatnya bekerja di
negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition Arrangement di Philippines
tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam, Laos dan Myanmar, yang
belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang dilakukan oleh PPNI dapat
mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain, khususnya dalam pelayanan
keperawatan.
2.4 Globalisasi
dalam keperawatan
Tantangan internal profesi
keperawatan adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tenaga
keperawatan sejalan dengan telah disepakatinya keperawatan sebagai suatu
profesi pada lokakarya nasional keperawatan tahun 1983, sehingga keperawatan
dituntut untuk memberikan pelayanan yang bersifat professional.
Tantangan eksternal profesi
keperawatan adalah kesiapan profesi lain untuk menerima paradigma baru yang
kita bawa.
Globalisasi
adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang
dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya
sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi
bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli
dkk.Kewarganegaraan.2005)
Professional keperawatan adalah
proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah terbentuk (1984) mengalami
perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan
kebutuhan masyarakat.
Globalisasi yang akan berpengaruh
terhadp perkembangan pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan ada 2
yaitu ;
a. Tersedianya
alternatif pelayanan
b. persaingan
penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat pemakai jasa pemakai kualitas
untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan yang terbaik.
Untuk hal ini berarti tenaga
kesehatan, khususnya tenaga keperawatan diharapkan untuk dapat memenuhi standar
global dalam memberikan pelayanan / asuhan keperawatan. Dengan demikian
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan professional dengan standar
internasional dalam aspekintelektual,interpersonal dan teknikal, bahkan peka
terhadap perbedaan social budaya dan mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas
serta mampu memanfaatkan alih IPTEK.
Datangnya era globalisasi tidak
dapat dan memang tidak perlu kita cegah, yang lebih penting adalah bagaimana
kita menyikapi dampak positif dan mencegah dampak negatifnya. Usaha peningkatan
kompetensi individual dan daya saing nasional merupakan pilihan utama agar para
manajer pelayanan kesehatan Indonesia tetap kukuh sebagai tuan rumah
di negara sendiri. Di samping itu, pemerintah seharusnya senantiasa
memfasilitasi dalam bentuk penyusunan kebijakan, peraturan perundangan, dan
pengawasan yang efektif serta efisien.
2.5 Liberalisasi perdagangan jasa pelayanan kesehatan
Indonesia merupakan negara
yang cukup diminati oleh negara asing. Pertama karena memiliki potensi pasar
yang besar terkait dengan jumlah penduduk yang besar. Kedua, sekarang ini
kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup menjanjikan. Dengan
potensi pasar yang besar tidak mengherankan jika kelak banyak dokter atau
tenaga kesehatan asing yang berniat bekerja di Indonesia. Hal ini
tampaknya menakutkan profesi kesehatan, karena ketakutan untuk bersaing,
seperti kita ketahui kualitas sumber daya manusia kesehatan kita rendah serta
penguasaan teknologi yang terbatas pula.
Dalam bidang kesehatan era
globalisasi lebih banyak diartikan pada perdagangan jasa pelayanan kesehatan,
seperti yang tercantum dalam perjanjian GATS, poin nomor 4 dari perjanjian
mengenai masuknya tenaga profesional kesehatan ke Indonesia. Perdagangan
jasa pada era globalisasi berlangsung secara bebas. Pembatasan yang bersifat
protektif, misal melalui lisensi yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti yang
dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya, namun hal tersebut sudah tidak
boleh dilakukan.
Seharusnya
liberalisasi pada bidang kesehatan justru menjadi cambuk bagi kita, dimana kita
perlu pemusatan diri untuk meningkatkan mutu atau profesionalisme sehingga
apapun yang terjadi di masa mendatang dokter Indonesia tidak perlu takut lagi
di negeri sendiri dan diluar negeri. Bila Indonesia dapat menambah jumlah,
jenis serta dapat meningkatkan mutu dokter, dokter spesialis, maka akan turun
minat rumah sakit asing di Indonesia mempekerjakan dokter asing, karena
Indonesia sudah dapat memenuhi kuota dokter atau dokter spesialis dan biaya
yang dikeluarkanpun relatif murah, sebab biaya mempekerjakan dokter asing lebih
mahal. Kalau dianalisis dari sudut pandang yang lain, sebenarnya dokter
Indonesia tidak perlu takut dengan masuknya dokter asing karena ada kemungkinan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh dokter asing tidak sesuai dengan
kebutuhan dan tuntutan kesehatan masyarakat Indonesia sebagai akibat dari
sistem pendidikan serta latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Bila
pemerintah Indonesia tidak segera memperbaiki sistem pendidikan dan kebijakan
dalam bidang kesehatan maka tenaga kesehatan Indonesia dalam menghadapi era
globalisasi akan dihadapkan pada dua pilihan : Jadi tuan rumah di negeri
sendiri, atau tergusur. Atau jadi tuan rumah di negeri
sendiri serta tamu terhormat di luar negeri.
1 komentar:
sumbernya?
Posting Komentar