TUGAS-TUGAS PERAWAT DALAM
SETIAP TEORI PENUAAN
1.
PENDAHULUAN
Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu
pengetahuan terutama karena kemajuan ilmu kedokteran, mampu meningkatkan umur
harapan hidup (life expectancy). Akibatnya jumlah orang yang lanjut usia akan
bertambah dan ada kecenderungan akan meningkat lebih cepat.
Jumlah penduduk usia lanjut Indonesia sat ini semakin
bertambah. Lembaga demografi Universitas
Indonesia melaporkan penduduk usia lanjut 3,4 %
dari tahun 1985, 5,8% tahun 1990. Tahun 2000 diperkirakan 7,4 % dari
jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 15,3 juta orang akan berusia di atas 60
tahun.
Permasalahan pada usia lanjut 38% adalah masalah
kesehatan (Hanafi Sigit 1998), disamping permasalahan lain seperti keuangan,
kesepian, marasa tak berguna lagi. Bertambahnya jumlah penduduk berusia lanjut
akan menimbulkan berbagai masalah meliputi masalah medis teknis, mental
psikologis dan sosial ekonomi. Kebutuhan pelayanan kesehatan pada usia lanjut
daripada usia lain. Selain terjadinya perubahan pola penyakit ke pola penyakit
degeneratif, proses penyembuhannya sendiri memerlukan waktu lebih lama.
Penanganan penyakit pada usia lanjut bersifat khusus,
hal itu karena penyakit pada usia lanjut biasanya tidak berdiri sendiri
(multipatologi), fungsi organ tubuh sudah menururn, rentan terhadap penyakit
atau stress, lebih sering memerlukan rehabilitasi yang tepat. Oleh karena itu,
kelompok usia lanjut memerlukan perhatian dan upaya khusus di bidang kesehatan.
2.
TEORI TENTANG PROSES PENUAAN
Proses penuaan dipandang sebagai sebuah proses total dan sudah
dimulai saat masa konsepsi. Meskipun penuaan adalah sebuah proses
berkelanjutan, belum tentu seseorang meninggal hanya karena usia tua. Sebab individu memiliki perbedaan yang unik
terhadap genetik, sosial, psikologik, dan faktor-faktor ekonomi yang saling
terjalin dalam kehidupannya menyebabkan peristiwa menua berbeda pada setiap
orang. Dalam sepanjang kehidupannya,
seseorang mengalami pengalaman traumatik baik fisik maupun emosional yang bisa melemahkan kemampuan seseorang untuk
memperbaiki atau mempertahankan dirinya.
Akhirnya periode akhir dari hidup yang disebut senescence terjadi saat
oraganisme biologik tidak dapat menyeimbangkan lagi mekanisme “Pengrusakan dan
Perbaikan”.
2.1 Teori Biologik
Menurut Mary Ann Christ et al. (1993), penuaan merupakan proses yang
secara berangsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif dan mengakibatkan
perubahan di dalam yang berakhir dengan kematian. Penuaan juga menyangkut
perubahan sel, akibat interaksi sel dengan lingkungannya, yang pada akhirnya
menimbulkan perubahan degeneratif.
Teori biologis tentang proses penuaan dapat dibagi
menjadi teori intrinsik dan ekstrinsik.
Intrinsik berarti perubahan yang berkaitan dengan usia, timbul akibat
penyebab di dalam sel sendiri, sedangkan teori ekstrinsik menjelaskan bahwa
perubahan yang terjadi diakibatkan oleh
pengaruh lingkungan.
Faktor intrinsik, peranan enzym seperti DNA polymerase
yang berperan besar pada penggandaan dan perbaikan DNA, serta enzym proteolytik
yang dapat menemukan sel yang mengalami degradasi protein sangat penting.
Sedangkan pada faktor ekstrinsik yang penting dikemukakan adalah radikal
bebas, fungsi kekebalan seluler dan
humoral, oksidasi stress, cross link serta mekanisme “dipakai dan aus” sangat
menentukan dalam proses penuaan yang terjadi .
Adanya faktor
pengaruh intrinsik dan ekstrinsik tadi
pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat perubahan pada sel , sel otak dan
saraf, gangguan otak , serta jaringan tubuh lainnya.
2.2 Teori Sosial
Teori sosiologis tentang penuaan yang selama ini dianut adalah :
2.2.1
Teori Interaksi Sosial
(Social Exchange Theory).
Teori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia bertindak
pada suatu situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat.
Mauss (1954), Homans (1961) dan Blau
(1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial didasarkan atas hukum pertukaran
barang dan jasa, sedangkan pakar lain Simmons (1945) mengemukakan bahwa
kemampuan lansia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk
mempertahankan status sosialnya untuk melakukan tukar menukar.
Pokok-pokok Social Exchanger Theory sebagai berikut :
a.
Masyarakat terdiri atas
aktor-aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.
b.
Dalam upaya tersebut terjadi interaksi
sosial yang memerlukan biaya dan waktu.
c.
Untuk mencapai tujuan yang
hendak dicapai seorang aktor akan mengeluarkan biaya.
d.
Aktor senantiasa berusaha
mencari keuntungan dan mencegah terjadinya kerugian.
e.
Hanya interaksi yang ekonomis
saja yang dipertahankan olehnya.
2.2.2
Teori Penarikan Diri (Disengagament Theory)
Cumming dan
Henry ( 1961) mengemukakan bahwa kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya
derajat kesehatan mengakibatkan seseorang lansia secara perlahan-lahan menarik
diri dari pergaulan sekitarnya. Selain hal tersebut, dari pihak masyarakat juga
mempersiapkan kondisi agar para lansia
menarik diri. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia menurun baik
secara kualitas maupun secara kuantitas.
Pokok-pokok disenggagement theory
adalah :
a.
Pada pria, kehilangan peran
utama hidup terjadi pada masa pensiun.
Pada wanita terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang misalnya saat anak
menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untukbelajar dan menikah.
b.
Lansia danmasyarakat menarik
manfaat dari hal ini, karena lansia dapat merasakan bahwa tekanan sosial
berkurang sedangkan kaum muda memperoleh kerja yang lebih luas.
c.
Tiga aspek utama dalam teori
ini adalah :
-
Proses menarik diri terjadi
sepanjang hidup
-
Proses tak dapat dihindari
-
Hal ini diterima lansia dan
masyarakat.
2.2.3
Teori Aktivitas (Activity theory)
Teori ini dikembangkan oleh
Palmore (1965) dan Lemon et al. (1972) yang mengatakan bahwa penuaan yang
sukses tergantung dari bagaimana lansia merasakan kepuasan dalam melakukan
aktifitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.
Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
a.
Moral dan kepuasan berkaitan
dengan interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b.
Kehilangan peran akan
menghilangkan kepuasan seorang lansia.
2.2.4
Teori Kesinambungan (Continuity Theory)
Teori ini mengemukakan adanya
kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia, dengan demikian pengalaman hidup
seseorang pada suatu saat merupakan
gambarannya kelak pada saat ini menjadi lansia. Dan hal ini dapat terlihat
bahwa gaya hidup perilaku dan harapan seorang ternyata tak berobah walaupun ia
menjadi lansia.
Pokok-pokok dari continuity theory adalah :
a.
L:ansia tak disarankan untuk
melepaskan peran atau harus aktif dalam proses penuaan, akan tetaoi didasarkan
pada pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus dipertahankan
atau dihilangkan.
b.
Peran lansia yang hilang tak
perlu diganti.
c.
Lansia dimungkinkan untuk
memilih berbagai macam cara adaptasi.
2.2.5
Teori Perkembangan (Development Theory)
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang
telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu
dipahami teori Freud, Buhler, Jung dan Erikson.
Sigmund Freud meneliti tentang psikoanalisa dan
perubahan psikososial anak dan balita . Erikson (1930) membagi kehidupan
menjadi 8 fase dan lansia perlu menemukan integritas diri melawan keputusasaan
(ego integrity versus despair)..
Havighurst dan Duvall menguraikan tujuh jenis tugas
perkembangan (development tasks) selama hidup yang harus dilaksanakan oleh
lansia yaitu ;
a.
Penyesuaian terhadap penurunan
fisik dan psikis
b.
Penyesuaian terhadap pensiun
dan penurunan pendapatan
c.
Menemukan makna kehidupan
d.
Mempertahankan pengaturan hidup
yang memuaskan
e.
Menemukan kepuasan dalam hidup
berkeluarga
f.
Penyesuaian diri terhadap
kenyataan akan meninggal dunia
g.
Menerima dirinya sebagai calon
lansia
Joan Birchenall
RN, Med dan Mary E Streight RN (1973) menekankan perlunya mempelajari
psikologi perkembangan guna mengerti perubahan emosi dan sosial seseorang
selama fase kehidupannya.
Pokok-pokok dalam development theory adalah :
a.
Masa tua merupakan saat lansia
merumuskan seluruh masa kehidupannya.
b.
Masa tua merupakan masa
penyesuaian diri terhadap kenyataan sosial yang baru yaitu pensiun dan atau
menduda atau menjanda.
c.
Lansia harus menyesuaaikan diri
akibat perannya yang berakhir dalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan
sosialnya akibat pensiun, ditinggal mati oleh pasangan hidup dan
teman-temannya.
2.2.6
Teori Stratifikasi Usia (Age Stratification Theory)
Wiley (1971), menyusun stratifikasi lansia berdasarkan
usia kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan kapasitas
peran, kewajiban, serta hak mereka berdasarkan usia. Dua elemen penting dari
model stratifikasi usia tersebut adalah struktur dan prosesnya.
Pokok-pokok dari teori ini adalah :
a.
Arti usia dan posisi kelompok
usia bagi masyarakat
b.
Terdapatnya transisi yang
dialami oleh kelompok
c.
Terdapatnya mekanisme
pengalokasian peran diantara penduduk.
2.3 Teori Psikologi
2.3.1 Teori Kebutuhan
Manusia menurut Hierarki Maslow
Menurut teori ini,
setiap individu memiliki hirarki dari dalam diri, kebutuhan yang memotivasi
seluruh perilaku manusia (Maslow, 1954). Kebutuhan ini memiliki urutan
prioritas yang berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sudah terpenuhi, mereka
berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya sampai urutan yang paling tinggi
dari kebutuhan terbsebut tercapai. Semua kebutuhan ini sering digambarkan
seperti sebuah segitiga dimana kebutuhan dasar terletak paling bawah/di dasar.
2.3.3 Teori Individual Jung
Carl Jung (1960)
menyusun sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda
dan masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia. Kepribadian individu terdiri
dari Ego, ketidaksadaran seseorang dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori
ini kepribadian digambarkan/diorientasikan terhadap dunia luar (ekstroverted)
atau ke arah subyektif, pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert).
Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap individu, dan
merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan mental.
2.3.3 Teori Proses
Kehidupan Manusia
Charlotte Buhler
(1968) menyusun sebuah teori yang menggambarkan perkembangan manusia yang
didasarkan pada penelitian ektensif dengan menggunakan biografi dan melalui
wawancara. Fokus dari teori ini adalah mengidentifikasi dan mencapai tujuan
hidup manusia yang melewati klima fase proses perkembangan. Menurutnya,
pemenuhan kebutuhan diri sendiri merupakan kunci perkembangan yang sehat dan
itu membahagiakan, dengan kata lain orang yang tidak dapat menyesuaikan diri
berarti dia tidak dapat memenuhi kebutuhannya dengan beberapa cara.
Pada tahun 1968
Buhler mengembangkan awal pemikirannya yang secara jelas mengidentifikasi lima
fase yang terpisah dalam pencapaian tujuan kehidupan yang dilewati manusia.
Pada masa kanak-kanak belum terbentuk tujuan hudup yang spesifik dan pada masa
depan pengakhiran kehidupan juga tidak jelas. Masa remaja dan masa dewasa muda
dicapai hanya sekali dalam kehidupan. Seseorang mulai mengkonsep tujuan-tujuan
hidup yang spesifik dan memperokleh pengertian terhadap kemampuan individu.
Saat berumur 25 tahun seseorang menjadi lebih konkrit mengenai tujuan hidupnya
dan secara aktif diterapkan dalam diri mereka. Buhler melihat fase akhir dari
lansia (usia 65 atau 70 tahun) sebagai usia untuk mengakhiri cita-citanya yang
muluk untuk mencapai tujuan hidup.
3.
TUGAS-TUGAS PERAWAT DALAM SETIAP TEORI PENUAAN
3.1 Tugas Perawat dalam Teori
Biologi
Perawatan yang memperhatikan kesehatan objektif, kebutuhan,
kejadian-kejadian yang dialami klien lansia semasa hidupnya, perubahan fisik
pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dikembangkan,
penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresifitasnya.
Perawatan fisik secara umum bagi klien lansia dapat dibagi atas 2
bagian yakni :
a.
Klien lansia yang masih aktif,
dimana keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga
untuk kebutuhannnya sehari-hari masih mampu melakukan sendiri.
b.
Klien lansia yang pasif atau
tidak dapat bangun, dimana keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit.
Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lansia ini terutama
hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan perorangan untuk mempertahankan
kesehatannya. Kebersihan perorangan sangat penting dalam usaha mencegah
timbulnya penyakit/peradangan mengingat sumber infeksi dapat timbul bila
kebersihan kurang mendapat perhatian.
Disamping itu kemunduran
kondisi fidik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi ketahanan tubuh
terhadap gangguan atau serangan infeksi dari luar.
Untuk klien lansia yang aktif dapat diberikan bimbingan mengenai
kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan kuku dan
rambut, kebersihan temopat tidur serta posisinya, hal makan, cara memakan obat,
dan cara pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya.
Komponen pendekatan fisik yang lebih mendasar adalah memperhatikan
dan membantu para klien lansia untuk bernafas dengan lancar, makan (termasuk
memilih dan menentukan makanan), minum melakukan eliminasi, tidur, menjaga
sikap tutbuh waktu berjalan, duduk, merubah posisitiduran, beristrahat,
kebersihan tubuh, memakai dan menukar pakaian, mempertahankan suhu badan,
melindungi kulit dari kecelakaan.
Dari hasil rangkuman Pertemuan Kesehatan persiapan Usia Lanjut oleh
Depkes (1995) ditetapkan Penjaringan Kesehatan Lansia dengan cara sebagai
berikut :
GIZI
a.
Pengamatan
D =
disease
E = eating poorly
T = tooth loss
E = economic hardship
R = reduced social contact
M = Multiple medicine
I = involuntary weight loss and gains
N =
need assistance in self care
E = elder years
b.
Pendidikan gizi dan konseling
diet
c.
Prinsip gizi yang harus diikuri
oleh lansia :
-
Kecukupan kalori 5 – 10 %
kurang dari usia 20 – 25 tahun
-
Kecukupan lemak maksimak 25 %
diutamakan lemak tak jenuh
-
Protein normal 10 – 12 % dari
kecukupan energi, 10 % berasal dari hewani
-
Hidrat arang, gula murni dikurangi
-
Vitamin dan mineral harus cukup
terutama vitamin B, Vitamin C, asam folat, kalsium dan Fe
![]() |
|
![]() |
OLAHRAGA
Latihan olahraga
yang baik dan benar serta teratur harus memenuhi komponan sebagai berikut:
1.
Peregangan dan pemanasan 10 –
15 menit
2.
Latihan initi 15 – 60 menit
3.
Pendinginan 10 – 15 menit
Faktor yang diperhatikan :
1. Intensitas
latihan ………………pra usia lanjut 60 % - 80 %
DNM
DNM (Denyut
Nadi Maksimal ) : 220 – usia x menit
Contoh : Bila usia 40 tahun DNM = 220 – 40
= 180 x / mnt
Batas atas 85 % = 85 % -x 180 x/mnt = 153 x/mnt
Batas bawah 60 % = 60 % x 180 x/mnt = 108 x/mnt
2. Frekuensi
latihan --------------------3 – 5 x seminggu
3. Lamanya latihan
-------------------- 30 – 45 menit, tidak termasuk waktu
pemanasan dan pendinginan.
Toleransi terhadap
kekurangan O2 sangat menurun pada klien lansia, untuk itu kekurangan O2 yang
mendadak harus dicegah dengan cara posisi bersandar pada beberapa bantal,
jangan makan terlalu banyak, jangan melakukan gerak badan yang berlebihan dan
sebagainya.
Seorang perawat
harus dapat memotifasi para klien lansia agar mau dan menerima makanan yang
disajikan. Kurangnya kemampuan mengunyah sering dapat menyebabkan hilangnya
nafsu makan. Untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menghidangkan makanan
lunak atau memakai gigi palsu. Waktu makan yang teratur, menu bervariasi dan
bergizi, makanan yang serasi, serta suasana yang menyenangkan dapat menambah
selera makan, bila ada penyakit tertentu perawat harus mengatur makanan sesuai
diet yang dianjurkan.
Perawat perlu
mengadakan pemeriksaan kesehatan terutama pada klien lansia yang diduga
menderita penyakit tertentu atau secara berkala dilakukan bila terdapat
kelainan tertentu misalnya batuk-batuk, pilek, (terutama klien lansia yang
tinggal di panti Werda ).
Perawat perlu
memberikan penjelasan dan penyuluhan kesehatan, mengkaji penyebab keluhan,
kemudian mengkomunikasikan dengan klien tentang cara pemecahannya.
Perawat harus
mendekatkan diri dengan klien lansia, membimbing dengan sabar dan ramah, sambil
bertanya apa yang dirasakan, bagaimana tentang tidur, makan, apakah obat sudah
diminum, apakah mereka bisa melaksanakan ibadah dan sebagainya. Sentuhan (
misalnya genggaman tangan ) terkadang sangat berarti bagi mereka.
3.2 Tugas Perawat Dalam Teori
Sosial
Perawat sebaiknya memfasilitasi sosialisasi antar lansia
dengan mengadakan diskusi dan tukar pikiran serta bercerita sebagai salah satu
upaya pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama berarti
menciptakan sosialisasi antar manusia, yang menjadi pegangan bagi perawat bahwa
orang yang dihadapinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain.
Hubungan yang tercipta adalah hubungan sosial antara werda dengan werda maupun
werda dengan perawat sendiri.
Perawat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada
para werda untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi seperti jalan pagi,
menonton film atau hiburan-hiburan lain karena mereka perlu diransang untuk
mengetahui dunia luar. Dapat disadari bahwa pendekatan komunikasi dalam
perawatan tidak kalah pentingnya dengan upaya pengobatan medis dalam proses
penyembuhan atau ketenangan para klien lansia.
Menurut Drs H. Mannan dalam bukunya Komunikasi dalam
Perawatan mengatakan : tidak sedikit
klien tidak bisa tidur karena stres. Stres memikirkan penyakitnya, biaya hidup,
keluarga yang dirumah, sehingga menimbulkan kekecewaan, rasa ketakutan atau
kekhawatiran, rasa kecemasan dan sebagainya. Untuk menghilangkan rasa jemu dan
menimbulkan perhatian terhadap sekelilingnya perlu diberikan kesempatan kepada
mereka untuk antara lain ikut menikmati keadaan diluar, agar mereka merasa
masih ada hubungan dengan dunia luar.
Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
diantara mereka (terutama bagi
yang tinggal di panti werda ), hal ini dapat diatasi dengan berbagai usaha,
antara lain selalu mengadakan kontak sesama mereka, makan dan duduk nbersama,
menanamkan rasa kesatuan dan persatuan, senasib dan sepenanggungan, mengenai hak dan kewajiban bersama. Dengan
demikian perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi baik sesama mereka maupun
terhadap petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan klien lansia
di panti werda.
3.3 Tugas Perawat dalam Teori Psikologi
Perawat mempunyai
peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lansia, perawat
dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang
asing sebagai penampung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan
dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar mereka
merasa puas.
Pada dasarnya klien
lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya termasuk
perawat yang memberikan perawatan. Untuk itu perawat harus menciptakan suasana
yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas
kemampuan dan hobby yang dimilikinya.
Perawat harus dapat
membangkitkan semangat dan kreasi klien lansia dalam memecahkan dan mengurangi
rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan, sebagai akibat dari
ketidakmampuan fisik dan kelainan yang dideritanya, hal ini perlu dilakukan
karena : perubahan psikologi terjadi bersama dengan makin lanjutnya usia.
Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala seperti menurunnya dayaingat
untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan,
peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk
tiduran di waktu siang dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar
mendengarkan cerita-cerita yang membosankan, jangan mentertawakan atau memarahi
bila klien lansia lupa atau bila melakukan kesalahan. Harus diingat, kemunduran
ingatan akan mewarnai tingkah laku mereka
dan kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan tertentu.
Bila
perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawatbisa melakukannya secara perlahan-lahan dan bertahap, perawat harus
dapat mendukung mental mereka ke arah pemuasan pribadi sehingga pengalaman yang
dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar di masa lansia ini mereka tetap merasa
puas dan bahagia.
4. KESIMPULAN
Proses
penuaan dapat ditinjau dari aspek biologis, sosial dan psikologik. Teori-teori
biologik sosial dan fungsional telah
ditemukan untuk menjelaskan dan mendukung berbagai definisi mengenai proses
menua.
Dan pendekatan
multi disiplin mengenai teori penuaan, perawat harus memiliki kemampuan untuk
mensintesa berbagai teori tersebut dan menerapkannya secara total pada lingkungan
perawatan klien usia lanjut termasuk aspek fisik, mental/emosional dan
aspek-aspek sosial. Dengan demikian pendekatan eklektik akan menghasilkan dasar
yang baik saat merencanakan suatu asuhan keperawatan berkualitas pada klien
lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan S, Nardho, Dr, MPH, 1995, Upaya Kesehatan Usia Lanjut. Jakarta: Dep Kes R.I.
Lueckennotte, Annette
G, 1996, Gerontologic Nursing, St. Louis : Mosby Year Incorporation.
Nugroho, Wahyudi, SKM, 1995, Perawatan Lanjut Usia, Jakarta : EGC
Anonym,
Panduan Gerontologi, Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar